Rabu, 01 Juni 2011

Laporan Pendahuluan Diabetes Melitus

nama: Ushi Apriani Zakiah
nim: 05200ID09117
kelas: 2c

Pengertian
       Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

Klasifikasi 
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1.             Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2.            Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3.            Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4.            Diabetes mellitus gestasional (GDM)

Etiologi
1.             Diabetes tipe I :
·                     Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
·                     Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
·                     Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
2.            Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
·                     Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
·                     Obesitas
·                     Riwayat keluarga
Anatomi Fisiologi Pankreas

Anatomi
@ Terletak retroperitoneal melintang di abdomen bagian atas dengan panjang ± 25 cm, dan berat 120 g
@ Terdiri dari:
F Caput
F Leher
F Corpus
F Cauda
F Proc uncinatus (bag caput yg menonjol ke bwh)
@ Caput
o   Meliputi v.cava setinggi L2
o   Bagian posterior bertetangga dengan ginjal kanan, v.renalis, gl.adrenalis
o   Bagian lat berelasi ke bagian medial dari duodenum
@ Ductus biliaris communis masuk dari bagian atas dan belakang dari caput pankreas dan bermuara ke bagian kedua dari duodenum
@ Aliran darah:
o   A.coeliaca, A.mesenterica sup dan cabang-cabang a.pancreaticoduodenalis memberi darah untuk caput
o   A.pancreatico dorsal memberi darah untuk leher dan corpus
o   A.pancreatico caidalis memberi darah untuk cauda
@ Jalannya vena mengikuti arteri dan bermuara ke vena porta
@ Getah bening berhubungan langsung antara jaringan getah bening pankreas dengan ductus thoracicus à merupakan rute utama insulin (masuk ke duct.thoracicus)
@ Tahun 1903 à OPTE à ada saluran bersama:
Ductus pankreas dan ductus biliaris communis à refluks dari empedu masuk ke dalam duct pancreaticus à terjadi pancreatitis (fatal) akibatnya enzym keluar karena trauma, enzimnya memakan semua à fatal
@ Autopsi : 70 – 80% memperkuat penemuan OPTE
@ Banyak variasi antara:
1.         Duct Santorini
2.         Duct Wirsungi
@ Umumnya duct.santorini < Duct wirsungi
@ Duct santorini mengairi bagian atas caput pankreas
@ Persarafan
1.         Saraf-saraf simpatis
2.         Cabang-cabang N.vagus
@ Nyeri oleh caput pankreas menyebar ke paramedia kanan
Nyeri oleh corpus pankreas menyebar ke epigastrik
Nyeri oleh cauda pankreas menyebar ke seluruh abdomen kiri
@ Pancreatitis acuta: menyebar ke abdomen bagian atas dan ke lumbal atas à seperti ikat pinggang

Secara Mikroskopis
@ Ada 2 fungsi pankreas:
1.         Eksokrin à fungsi sama seperti kelenjar ludah
2.         Endokrin, terdiri dari 3 jenis sel:
a.       α cell
o   memproduksi glukagon
§  meningkatkan glukagon
§  menurunkan kadar glukosa
§  Hyperglycemic factor
o   sel bulat dg dinding tipis
b.      β cell
o   memproduksi insulin
o   Hypoglycemic factor
o   bertentangan dengan sel α
§  menurunkan glukagon
§  meningkatkan glukosa
c.        ∂ cell – belum diketahui
@ Ketiga macam sel ini terdapat di pulau-pulau langerhans: ± 200 rb – 2 juta sel
@ Bagian corpus dan cauda memiliki pulau langerhans lebih banyak dibanding caput

Fisiologis
@ Endokrin         β cell à menghasilkan insulin
                  α cell à menghasilkan glukagon
@ Eksokrin
o   Terdapat ± 9 enzim, jg ikut membentuk protein
o   Mengandung banyak elektrolit
o   Menghasilkan bikarbonat (menetralisir asam lambung yang masuk ke duodenum)
@ Ada 3 hormon untuk menstimulasi sekresi pankreas:
1.      Sekretin
Dihasilkan oleh duodenum dan merangsang pengeluaran bikarbonat
2.      Pancreozymin
Dihasilkan oleh duodenum dan mungkin juga oleh jejunum dan anthrum di lambung
Makanan yang masuk akan merangsang sel-sel duodenum mengeluarkan pancreozymin à merangsang pankreas
3.      Gastrin
Merangsang asam lambung dan pankreas
Terdapat gastrin I dan II
@ Hormon yang lain adalah Cholecystokinin – menyebabkan relaksasi sphincter pankreas dan ductus choledochu

Patofisiologi
1.     Diabetes Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel ? pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
2.     Diabetes Tipe II
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel ? tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat danterjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.
3.     Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal.



Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10.Neuropati viseral
11.Amiotropi
12.Ulkus Neurotropik
13.Penyakit ginjal
14.Penyakit pembuluh darah perifer
15.Penyakit koroner
16.Penyakit pembuluh darah otak
17.Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.

Pemeriksaan Penunjang
1.             Glukosa darah sewaktu
2.            Kadar glukosa darah puasa
3.            Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl).
Kadar glukosa darah sewaktu
·                     Plasma vena :
·                                             <100
·                                             100 - 200 = belum pasti DM
·                                             >200 = DM
·                     Darah kapiler :
·                                             <80
·                                             80 - 100 = belum pasti DM
·                                             > 200 = DM
Kadar glukosa darah puasa
·                     Plasma vena :
·                                             <110>
·                                             110 - 120 = belum pasti DM
·                                             > 120 = DM
·                     Darah kapiler :
·                                             <90>
·                                             90 - 110 = belum pasti DM
·                                             > 110 = DM
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1.             Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2.            Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3.            Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl).

Penatalaksanaan 
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1.             Diet
2.            Latihan
3.            Pemantauan
4.            Terapi (jika diperlukan)
5.            Pendidikan

Pengkajian
o   Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
o   Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
o   Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
o   Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
o   Integritas Ego
Stress, ansietas
o   Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
o   Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
o   Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
o   Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
o   Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
o   Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

Masalah Keperawatan
1)      Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2)      Kekurangan volume cairan
3)      Gangguan integritas kulit
4)      Resiko terjadi injury
Intervensi
1)      Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
o   Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
o   Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
-          Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
-          Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
-          Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
-          Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
-          Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
-          Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
-          Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
-          Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
-          Kolaborasi dengan ahli diet.
2)      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
-          Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
-          Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
-          Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
-          Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
-          Pantau masukan dan pengeluaran
-          Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
-          Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
-          Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
-          Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)
3)      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
-          Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
-          Kaji tanda vital
-          Kaji adanya nyeri
-          Lakukan perawatan luka
-          Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
-          Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
4)      Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi :
-          Hindarkan lantai yang licin.
-          Gunakan bed yang rendah.
-          Orientasikan klien dengan ruangan.
-          Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
-          Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi
DAFTAR PUSTAKA
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 200
Sumber:http://www.ilmukeperawatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar