Senin, 04 Juli 2011

ASKEP PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN KELEJAR TYROID


ASKEP PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN KELENJAR TYROID

Penyakit akibat gangguan kelenjar tiroid umum terjadi,namun untungnya dapat di diagnosa dengan cepat dan di obati dengan hasil yang sangat baik.
Penyakit tiroid timbul sebagai gangguan fungsi (hipofungsi atau hiperfungsi) atau sebagai lesi masa (perbesaran neoplasma atau nonneoplastik,yang di kenal sebagai goiter).

A. Tinjauan Gangguan Kelenjar Tiroid

I. Hipertiroidisme

Hipertiroidisme digambarkan sebagai suatu kondisi dimana terjadi kelebihan sekresi hormon tiroid. Tirotoksikosis mengacu pada manivestasi klinis yang terjadi bila jaringan tubuh di stimulasi oleh peningkatan hormon ini. Hipertiroidisme merupakan kelainan endokrin yang dapat di cegah. Seperti kebanyakan kondisi tiroid, kelainan ini merupakan kelainan yang sangat menonjol pada wanita. Kelainan ini menyerang wanita empat kali lebih banyak daripada para pria, terutama wanita muda yang berusia antara 20 dan 40 tahun.

PATOFISIOLOGI

Hipertiroidisme mungkin karena overfungsi keseluruhan kelenjar, atau kondisi yang kurang umum, mungkin disebabkan oleh fungsi tunggal atau multiple adenoma kanker tiroid. Juga pengobatan miksedema dengan hormon tiroid yang berlebihan dapat menyebabkan hipertiroidisme. Bentuk hipertiroidisme yang paling umum adalah penyakit Graves (goiter difus toksik)
yang mempuyai tiga tanda penting yaitu :
(1). Hipertiroidisme
(2) Perbesaan kelenjar tiroid (goiter)
(3) Eksoptalmos (protrusi mata abnormal)
Penyebab lain hipertiroidisme dapat mencakup goiter nodular toksik, adenoma toksik (jinak), karsinoma tiroid, tiroiditis subakut dan kronis, dan ingesti TH.

Dampak hipertiroidisme terhadap berbagai sistem tubuh adalah sebagai beikut :
1. Sistem integument seperti diaphoresis, rambut halus, jarang dan kulit lembab.
2. Sistem pencernaan seperti berat badan menurun, nafsu makan meningkat dan diare.
3. Sistem muskuloskeletal seperti kelemahan.
4. Sistem pernapasan seperti dispnea dan takipnea.
5. Sistem kardiovaskular seperti palpitasi, nyeri dada.
6. Metabolik seperti peningkatan laju metabolisme tubuh, intoleran terhadap panas dan suhu sub febris.
7. Sistem neurologi seperti mata kabur, mata lelah, insomnia.
8. Sistem reproduksi seperti amenore, volume menstruasi berkurang dan libido meningkat.
9. Psikologis/Emosi seperti gelisah, iritabilitas, gugup/nervous.

II. Hipotiroidisme

Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai akibat kegagalan mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan jaringan tubuh akan hormon-hormon tiroid.


PATOFISIOLOGI




Hipotiroidisme dapat terjadi akibat pengangkatan kelenjar tiroid dan pada pengobatan tirotoksikosis dengan RAI. Juga terjadi akibat infeksi kronis kelenjar tiroid dan atropi kelenjar tiroid yang bersifat idiopatik.
Prevalensi penderita hipotiroidisme meningkat pada usia 30 sampai 60 tahun, empat kali lipat angka kejadiannya pada wanita di bandingkan pria. Hipotiroidisme kongenital di jumpai satu orang pada empat ribu kelahiran hidup.
Jika produksi hormon tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk meningkatkan sekresinya sebagai respons terhadap rangsangan hormon TSH. Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh. Proses metabolik yang di pengaruhi antara lain :
a. Penurunan produksi asam lambung (aclorhidia)
b. Penurunan motilitas usus
c. Penurunan detak jantung
d. Gangguan fungsi neurologik
e. Penurunan produksi panas

Penurunan hormon tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak dimana akan terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida sehingga klien berpotensi mengalami atherosklerosis Akumulasi proteoglicans hidrophilik di rongga intertisial seperti rongga pleura, cardiak dan abdominal sebagai tanda dari mixedema. Pembentukan eritrosit yang tidak optimal sebagai dampak dari menurunnya hormon tiroid memungkinkan klien mengalami anemi.
Dampak hipotiroidisme terhadap berbagai sistem tubuh adalah sebagai berikut :
1. Sistem integument seperti kulit dingin, pucat, kering, bersisik
2. Sistem pulmonari seperti hipoventilasi, pleural efusi, dispnea
3. Sistem kardiovaskular seperti brakikardi¸disritmia,pembesaran jantung.
4. Metabolik seperti penurunan meabolisme basal, penurunan suhu tubuh.
5. Sistem muskuloskeletal seperti nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot yang melambat.
6. Sistem neurologi seperti fungsi intelektual yang lambat, berbicara lambat dan terbata-bata.

III. Hipertrofi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid mengalami pembesaran akibat pertambahan ukuran sel/jaringan tanpa di sertai peningkatan atau penurunan sekresi hormon-hormon kelenjar tiroid. Disebut juga sebagai goiter nontosik atau simple goiter atau struma Endemik. Pada kondisi ini dimana pembesaran kelenjar tidak disertai penurunan atau peningkatan sekresi hormon-hormonnya maka dampak yang di timbulkannya hanya bersifat lokal yaitu sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ di sekitarnya seperti pengaruhnya pada trakhea dan esophagus.

PATOFISIOLOGI

Berbagai faktor di identifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar tiroid termasuk di dalamnya defisiensi jodium, goitrogenik glikosida agent (zat atau bahan ini dapat menekan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak,
kangkung, kubis bila di konsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan dan tumor/neoplasma.
Sedangkan secara fisiologis, menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai akibat peningkatan aktifitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan
Berdasarkan kejadiannya atau penyebarannya ada yang di sebut Struma Endemis dan Sporadis. Secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini di jumpai menyebar diberbagai tempat atau daerah. Bila di hubungkan dengan penyebab maka struma sporadis banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis, dimana kasus-kasus struma ini dijumpai pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi jodium.

B. Penatalaksanaan Klien dengan Hipertiroidisme

I. Pengkajian

1. Pengumpulan biodata seperti umur, jenis kelamin dan tempat tinggal.
2. Riwayat penyakit dalam keluarga.
3. Kebiasaan hidup sehari-hari mencakup aktifitas dan mobilitas, pola makan, penggunaan obat-obat tertentu, istirahat dan tidur.
4. Keluhan klien seperti berat badan turun meskipun napsu makan meningkat, diare, tidak tahan terhadap panas, berkeringat banyak
5. Pemeriksaan fisik :
a. Amati penampilan umum klien, amati wajah klien khususnya kelainan pada mata seperti :
• Opthalmopati yang di tandai :
- eksoftalmus : bulbus okuli menonjol keluar
- tanda Stellwag s : mata arang berkedip
- tanda Von Graefes : jika klien melihat kebawah maka palpebra superior sukar atau sama sekali tidak dapat mengikuti bola mata
- tanda mobieve : sukar mengadakan atau menahan konvergensi
- tanda joffroy : tidak dapat mengerutkan dahi jika melihat ke atas
- tanda rosenbagh : tremor palpebra jika mata menutup
• Edema palpebra dikarenakan akumulasi cairan di periorbita dan penumpukan lemak di retro orbita
• Juga akan di jumpai penurunan visus akibat penekanan saraf optikus dan adanya tanda-tanda radang atau infeksi pada konjunktiva dan atau kornea
• Fotopobia dan pengeluaran air mata yang berlebihan merupakan tanda yang lazim
b. Amati manifestasi klinis hipertiroidisme pada berbagai sistem tubuh seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya
c. Palpasi kelenjar tiroid, kaji adanya pembesaran, bagaimana konsistensinya, apakah dapat digerakkan serta apakah nodul soliter atau multipel
d. Auskultasi adanya “bruit”
6. Pengkajian psikososial
7. Pemeriksaan diagnostik

II. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang utama dijumpai pada klien dengan hipertiroidisme adalah :
1. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan waktu pengisian diastolik sebagai akibat peningkatan frekwensi jantung
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan efek hiperkatabolisme
3. Perubahan persepsi sensoris (penglihatan) yang berhubungan dengan gangguan perpindahan impuls sensoris akibat ofthalmopati

Diagnosa keperawatan tambahan antara lain :
1. Diare yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas metabolik
2. Koping individu tak efektif yang berhubungan dengan emosi yang labil
3. Intoleransi terhadap aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan akibat metabolisme yang meningkat
4. Gangguan pola tidur sehubungan dengan suhu tubuh yang meningkat akibat peningkatan metablisme
5. Gangguan proses berpikir yang berhubungan dengan emosi yang labil dan perhatian yang menyempit

III. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan :
Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan menurunnya waktu pengisian diastolik sebagai akibat dari peningkatan frekuensi jantung

Tujuan :
Fungsi kardiovaskular kembali normal

Intervensi Keperawatan :
1. Observasi setiap 4 jam nadi apikal, tekanan darah dan suhu tubuh
2. Anjurkan kepada klien agar segera melaporkan pada perawat bila mengalami nyeri dada, palpitasi, dispnea dan vertigo.
3. Upayakan agar klien dapat istirahat
4. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari sesuai kebutuhan
5. Batasi aktivitas yang melelahkan klien
6. Kolaborasi pemberian obat-obat antitiroid.
7. Kolaborasi tindakan pembedahan bila dengan tindakan konservatif

Diagnosa Keperawatan :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan efek hiperkatabolisme

Tujuan :
Setelah perawatan di rumah sakit, klien akan mempertahankan status nutrisi yang optimal
Intervensi Keperawatan :
1. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
2. Beri makanan tambahan diantara waktu makan
3. Timbang berat badan secara teratur setiap 2 hari sekali
4. Bila perlu, konsultasikan klien dengan ahli gizi

Diagnosa Keperawatan :
Gangguan persepsi sensoris (penglihatan) yang berhubungan dengan gangguan transmisi impuls sensorik sebagai akibat oftalmopati

Tujuan :
Klien tidak mengalami penurunan visus yang lebih buruk dan tidak terjadi trauma / cidera pada mata

Intervensi Keperawatan :
1. Anjurkan pada klien bila tidur dengan posisi elevasi kepala
2. Basahi mata dengan borwater sterill
3. Jika ada photopobia, anjurkan klien menggunakan kacamata rayben
4. Jika klien tidak dapat menutup mata rapat pada saat tidur, gunakan plester non alergi
5. Berikan obat-obat steroid sesuai program

C. Penatalaksanaan Klien dengan Hipotiroidisme

I. Pengkajian

Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah pengkajian terhadap hal-hal penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara lain :



1. Riwayat kesehatan klien dan keluarga
2. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti :
a. Pola makan
b. Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidura)
c. Pola aktivitas
3. Tempat tinggal klien sekarang dan pada waktu balita
4. Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh :
a. Sistem pulmonari
b. Sistem pencernaan
c. Sistem kardiovaskular
d. Sistem muskuloskeletal
e. Sistem neurologik
f. Sistem reproduk
g. Metabolik
h. Emosi/psikologis
5. Pemeriksaan fisik mencakup :
a. Penampilan secara umum
b. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun
c. Perbesaran jantung
d. Disritmia dan hipotensi
e. Parastesia dan reflek tendon menurun
6. Pengkajian psikososial
7. Pemeriksaan penunjang

II. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan hipotiroidisme antara lain :

1. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan volume sekuncup sebagai akibat dari bradikardi : arteriosklerosis arteri koronaria
2. Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penurunan tenaga / kelelahan : ekspansi paru yang menurun, obesitas dan inaktivitas
3. Gangguan proses pikir yang berhubungan dengan edema jaringan serebral dan retensi air

Diagnosa keperawatan tambahan antara lain :
1. Perubahan nutrisi
2. Hipotermi
3. Konstipasi
4. Gangguan integritas kulit
5. Disfungsi seksual

II. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan :
Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan volume sekuncup akibat bradikardi dan arteriosklerosis arteri koronaria

Tujuan :
Fungsi kardiovaskular tetap optimal yang ditandai dengan tekanan darah irama jantung dalam batas normal

Intervensi Keperawatan :
1. Pantau tekanan darah, denyut dan irama jantung setiap 2 jam untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya gangguan hemodinamik jantung seperti hipotensi, penurunan haluaran urine dan perubahan status mental

2. Anjurkan klien untuk memberitahu perawat segera bila klien mengalami nyeri dada
3. Kolaborasi pemberian obat-obatan untuk mengurangi gejala-gejala

Diagnosa Keperawatan :
Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kelelahan, obesitas dan inaktivitas

Tujuan :
Agar dapat mempertahankan pola napas yang efektif

Intervensi Keperawatan :
1. Amati dan catat irama serta kedalaman pernafasan
2. Auskultasi bunyi pernapasan dan catat dengan seksama
3. Bila klien mengalami kesulitan pernapasan yang berat, kolaborasikan dengan dokter
4. Hindarkan penggunaan obat sedatif karena dapat menekan pusat pernapasan
5. Bantu klien beraktivitas
6. Penuhi kebutuhan sehari-hari klien sesuai kebutuhan

Diagnosa Keperawatan :
Gangguan proses berpikir yang berhubungan dengan edema jaringan otak dan retensi air

Tujuan :
Proses berpikir klien kembali ketingkat yang optimal

Intervensi Keperawatan :
1. Observasi dan catat tanda gangguan proses berpikir yang berat seperti :
a. Letargi
b. Gangguan memori
c. Tidak ada perhatian
d. Kesulitan berkomunikasi
e. Mengantuk
2. Orientasikan klien kembali dengan lingkungannya baik terhadap orang, tempat dan waktu
3. Beri dorongan pada keluarga agar dapat menerima perubahan prilaku klien dan mengadaptasinya

Penyuluhan Kesehatan :
Penyuluhan kesehatan sangat penting bagi klien dan keluarga. Berikanlah kepada mereka hal-hal yang harus di perhatikan dalam penggunaan obat di rumah dan perawatan klien pada umumnya. Berikan penjelasan tentang :
1. Cara penggunaan obat, dosis dan waktunya. Tidak meminum obat bersama dengan obat yang lain
2. Tanda dan gejala bila kelebihan obat atau sebaliknya
3. Menggunakan selimut tambahan pada waktu tidur, penggunaan baju hangat dan pakaian tebal bila suhu udara dingin
4. Meningkatkan pemasukan makanan yang bergizi, cairan yang cukup dan makanan tinggi serat
5. Memeriksakan diri secara teratur ke tempat pelayanan kesehatan terdekat

D. Penatalaksanaan Klien dengan Hipertrofi Kelenjar Tiroid

I. Pengkajian

1. Kaji riwayat penyakit :
- sudah sejak kapan keluhan dirasakan klien
- apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama
2. Tempat tinggal sekarang dan pada masa balita
3. Usia dan jenis kelamin
4. Kebiasaan makan
5. Penggunaan obat-obatan
- Kaji jenis obat-obat yang sedang digunakan dalam 3 bulan terakhir
- Sudah berapa lama digunakan
- Tujuan pemberian obat
6. Keluhan klien :
- Sesak napas, apakah bertambah sesak bila beraktivitas
- Sulit menelan
- Leher bertambah besar
- Suara serak/parau
- Merasa malu dengan bentuk leher yang besar dan tidak simetris
7. Pemeriksaan fisik :
- Palpasi kelenjar tiroid, nodul tunggal atau ganda, konsistensi dan simetris tidaknya, apakah terasa nyeri pada saat di palpasi
- Inspeksi bentuk leher, simetris tidaknya
- Auskultasi bruit pada arteri tyroidea
- Nilai kualitas suara
- Palpasi apakah terjadi deviasi trakhea
8. Pemeriksaan diagnostik
- Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum
- Pemeriksaan RAI
- Test TSH serum
9. Lakukan pengkajian lengkap dampak perubahan patologis diatas terhadap kemungkinan adanya gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi, cairan dan elektrolit serta gangguan rasa aman dan perubahan konsep diri seperti :
- Status pernapasan
- Warna kulit
- Suhu kulit (daerah akral)
- Keadaan / kesadaran umum
- Berat badan dan tinggi badan
- Kadar hemoglobin
- Kelembaban kulit dan teksturnya
- Porsi makan yang dihabiskan
- Turgor
- Jumlah dan jenis cairan per oral yang dikonsumsi
- Kondisi mukosa mulut
- Kualitas suara
- Bagaimana ekspresi wajah, cara berkomunikasi dan gaya interaksi klien dengan orang di sekitarnya
- Bagaimana klien memandang dirinya sebagai seorang pribadi

II. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang dijumpai pada klien dengan goiter nontoksik antara lain :
1. Pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan kelenjar tiroid terhadap trakhea
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan asupan yang kurang akibat disfagia
3. Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk leher
4. Gangguan rasa aman : ansietas yang berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit dan pengobatannya, atau persepsi yang salah tentang penyakit yang diderita

III. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan :
Pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan kelenjar tiroid terhadap trakhea

Tujuan :
Selama dalam perawatan, pola napas klien efektif kembali (sambil menunggu tindakan pembedahan bila diperlukan) dengan kriteria sebagai berikut :
- Frekuensi pernapasan 16-20 x/menit dan pola teratur
- Akral hangat
- Kulit tidak pucat atau cianosis
- Keadaan klien tenang/tidak gelisah

Intervensi Keperawatan :
1. Batasi aktivitas, hindarkan aktivitas yang melelahkan
2. Posisi tidur setengah duduk dengan kepala ekstensi bila diperlukan
3. Kolaborasi pemberian obat-obatan
4. Bila dengan konservatif gejala tidak hilang, kolaborasi tindakan operatif
5. Bantu aktivitas klien di tempat tidur
6. Observasi keadaan klien secara teratur
7. Hindarkan klien dari kondisi-kondisi yang menuntut penggunaan oksigen lebih banyak seperti ketegangan, lingkungan yang panas atau yang terlalu dingin

Diagnosa Keperawatan :
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan asupan nutrien kurang akibat disfagia

Tujuan :
Nutrisi klien dapat terpenuhi kembali dalam waktu 1-2 minggu dengan kriteria sebagai berikut :
- Berat badan bertambah
- Hemoglobin : 12-14 gr% (wanita) dan 14-16 gr% (pria)
- Tekstur kulit baik

Intervensi Keperawatan :
1. Berikan makanan lunak atau cair sesuai kondisi klien
2. Porsi makanan kecil tetapi sering
3. Beri makanan tambahan diantara jam makan
4. Timbang berat badan dua hari sekali
5. Kolaborasi pemberian ruborantia bila diperlukan
6. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan menjelang jam makan

Diagnosa Keperawatan :
Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk leher

Tujuan :
Setelah menjalani perawatan, klien memiliki gambaran diri yang positif kembali dengan kriteria :
- Klien menyenangi kembali tubuhnya
- Klien dapat melakukan upaya-upaya untuk mengurangi dampak negatif pembesaran pada leher
- Klien dapat melakukan aktivitas fisik dan sosial sehari-hari

Intervensi Keperawatan :
1. Dorong klien mengungkapkan perasaan dan pikirannya tentang bentuk leher yang berubah
2. Diskusikan upaya-upaya yang dapat dilakukan klien untuk mengurangi perasaan malu seperti menggunakan baju yang berkerah tertutup
3. Beri pujian bila klien dapat melakukan upaya-upaya positif untuk meningkatkan penampilan diri
4. Jelaskan penyebab terjadinya perubahan bentuk leher dan jalan keluar yang dapat dilakukan seperti tindakan operasi
5. Jelaskan pula setiap risiko yang perlu di antisipasi dari setiap tindakan yang dapat dilakukan
6. Ikut sertakan klien dalam kegiatan keperawatan sesuai kondisi klien
7. Fasilitasi klien untuk bertemu teman-teman sebayanya

Diagnosa Keperawatan :
Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatannya atau persepsi yang salah tentang penyakit yang diderita

Tujuan :
Setelah diberikan pendidikan kesehatan sebanyak 2 kali, ansietas klien akan hilang dengan kriteria sebagai berikut :
- Ekspresi wajah tampak rileks
- Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik
- Klien mengetahui penyakit dan upaya pengobatan

Intervensi Keperawatan :
1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatannya
2. Identifikasi harapan-harapan klien terhadap pelayanan yang diberikan
3. Buat rancangan pembelajaran yang mencakup :
- Jenis penyakit dan penyebabnya
- Upaya penanggulangan seperti pemberian obat-obatan, tindakan operasi bila ada indikasi
- Prognosa dan prevalensi penyakit
- Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan keadaan yang lebih buruk dan kondisi yang mempercepat penyembuhan
4. Laksanakan pembelajaran bersama dengan anggota keluarga, perhatikan kondisi klien dan lingkungannya.

Jumat, 10 Juni 2011

tugas 4 : SOP

nama : Ushi Apriani Zakiah
nim : 05200ID09117
kelas : 2c






A. PERAWATAN GANGREN DIABETIKUM


Penyembuhan luka selalu terjadi melalui tahapan yang berurutan mulai dari proses inflamasi, proliferasi, pematangan dan penutupan luka. Pada gangren, tindakan debridement yang baik sangat penting untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang memadai.
Prinsip dasar pengelolaan gangren diabetik, adalah :
1. Evaluasi keadaan luka dengan cermat keadaan klinis luka
dalamnya luka gambaran radiologi (adakah benda asing, osteomielitis, gas subkutis)
lokasi luka vaskularisasi luka
2. Pengendalian keadaan metabolik sebaik-baiknya
3. Debridement luka yang adekuat dan radikal, sampai bagian yang hidup
4. Biakan kuman baik aerob maupun anaerob
5. Antibiotik yang adekuat
6. Perawatan luka yang baik, balutan yang memadai sesuai dengan tingkat keadaan luka
7. Mengurangi edema
8. Non weight bearing : tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki khusus, total contact casting
9. Perbaikan sirkulasi-vasculer surgery
10. Tindakan bedah rehabilitatif untuk memperbaiki kemungkinan dan kecepatan penyembuhan
11. Rehabilitasi


Peran perawat dalam perawtan luka ganren adalah mencegah komplikasi akibat luka gangren dengan menerapkan teknik aseptik pada tiap perawatan luka, selain itu perawat harus mampu menjadi educator bagi pasien, dan memberi asuhan keperawatan secara holistik.


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PERAWATAN GANGREN DIABETIKUM


Cara perawatan gangren diabetik :
1. Persiapan bahan dan alat :
• Pinset anatomi 1 buah dan pinset cirurgis 1 buah
• Gunting Arteri 1
• Cucing
• Persegi satu buah
• Kom satu buah
• Bengkok
• Larutan NaCl 0,9 %
• Sarung tangan satu pasang
• Spuit 50 cc
• Kassa
• Alkohol 70 %
• Metronidazole powder
• Duoderm gel
• Kaltostat, Aquacel
• Pembalut Duoderm CGF
• Duoderm Paste
• Duk steril


2. Tindakan
1) Letakkan cucing (dua buah), kapas, kassa, pinset anatomis, gunting di atas duk steril.
2) Isi cucing dengan kapas dan larutan NaCl
3) Cuci luka dengan cairan NS (NaCl 0,9%) sambil digosok secara lembut dengan tangan yang terbungkus sarung tangan


4) Jika luka beronggagunakan tube (NSV bayi atau folley kateter anak) & spuit 50 cc
5) Keringkan luka dgn kassa secara lembut (ditutul), jangan digosok.
6) Bersihkan kulit utuh sekeliling luka dgn alkohol 70% (radius 3-5cm dari tepi luka)
7) Taburi dasar luka dgn metronidazole powder (500 mg) secara merata untuk mengurangi bau pada luka.


8) Isi rongga luka/dasar luka dengan Duoderm Hydroactive gel sampai 1/2 kedalaman rongga luka
9) Campurkan Duoderm Hydroactive gel dengan metronidazole powder (500mg) dlm cucing steril.
10) Isikan ke dalam luka sampai terisi ½ kedalaman luka
11) Tutup luka dengan absorbent dressing:
a. Kaltostat
b. Aquacel
12) Masukkan Kaltostat rope / Aquacel (absorbent as primary dressing) ke dalam rongga luka (fill dead space) & di atas luka untuk mengabsorbsi exudate yg berlebihan.
13) Sisakan 1 cm absorbent dari tepi rongga luka.
14) Tutup dgn pembalut: Duoderm CGF Extrathin secara tepat untuk memberikan moist environment. Jangan menarik pembalut.
15) Berikan penekanan ringan secara merata pada pembalut selama 30 detik agar melekat rata dipermukaan kulit
16) Jika warna dasar luka merah (granulasi) namun masih cekung beri Duoderm Paste scr merata diatas permukaan luka.
17) Tutup absorbent jika perlu.
18) Tutup dgn Duoderm CGF secara tepat


19) Ganti pembalut jika telah jenuh oleh exudate.
20) Jadwal penggantian balutan dapat ditentukan setiap 3 - 7 hari sekali, tergantung warna dasar luka dan jumlah exudate.


3. Dokumentasi keadaan luka, dan perawatan luka
Sebagai educator bagi pasien, perawat memberi informasi tentang pentingnya nutrisi bagi kesembuhan luka dan pemberian terapi antibiotik. Penderita gangren disarankan untuk tirah baring, dan menhjaga kesehatan (terutama gula darahnya). Nutrisi yang diberikan harus sesuai prinsip 3 J (Jumlah kalori, Jadwal diit, dan Jenis makanan).
Pencegahan jauh lebih disukai daripada penyembuhan. Beberapa faktor resiko untuk penyakit vaskuler perifer pada pasien DM tidak dapat diobati, misalnya usia dan lamanya menderita DM, tetapi banyak faktor resiko laon yang dapat ditangani misalnya merokok, hipertensi, hiperlipidemia, hiperglikemia, dan obesitas.
Pendidikan tentang perawatan kaki merupakan kunci mencegah ulserasi kaki.Perawatan kaki dimulai dengan mencuci kaki dengan benar, mengeringkan dan menminyakinya (menggunakan lotion), kemudian inspeksi kaki tiap hari (periksa adanya gejala kemerahan, lepuh, fisura, kalus atau ulserasi), memotong kuku dengan hati-hati. Pasien disarankan untuk mengenalan sepatu yang pas dan tertutup pada bagian jari kaki. Perilaku beresiko tinggi harus dihindari, misalnya : berjalan tanpa alas kaki, menggunakan bantal pemanas pada kaki, mengenakan sepat terbuka pada bagian jarinya, memangkas kalus.




B. CARA PEMBERIAN INSULIN
Insulin kerja singkat :
• IV, IM, SC
• Infus ( AA / Glukosa / elektrolit )
• Jangan bersama darah ( mengandung enzim merusak insulin )
Insulin kerja menengah / panjang :
• Jangan IV karena bahaya emboli.


Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali.


Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :
Gula darah
< 60 mg % = 0 unit < 200 mg % = 5 – 8 unit 200 – 250 mg% = 10 – 12 unit 250 - 300 mg% = 15 – 16 unit 300 – 350 mg% = 20 unit > 350 mg% = 20 – 24 unit


Teknik Penyuntikan Insulin
Sebelum menggunakan insulin, diabetesein ataupun keluarga tentunya perlu untuk diberikan pengetahuan dan wawasan mengenai cara dan prosedur menyuntikkan insulin eksogen;
1. Sebelum menyuntikkan insulin, kedua tangan dan daerah yang akan disuntik haruslah bersih. Bersihkanlah dengan cairan alkohol 70% dengan menggunakan kapas bersih dan steril.
2. Tutup vial insulin harus diusap dengan cairan alkohol 70%.
3. Untuk semua insulin, kecuali insulin kerja cepat, harus digulung-gulung secara perlahan-lahan denga kedua telapak tangan. Hal ini bertujuan untuk melarutkan kembali suspensi. (Jangan dikocok).
4. Ambillah udara sejumlah insulin yang akan diberikan. Lalu suntikkanlah ke dalam vial untuk mencegah terjadi ruang vakum dalam vial. Hal ini terutama diperlukan bila akan dipakai campuran insulin
5. Bila mencampur insulin kerja cepat dengan kerja cepat harus diambil terlebih dahulu.
6. Setelah insulin masuk ke dalam alat suntik, periksa apakah mengandung gelembung atau tidak. Satu atau dua ketukan pada alat suntik dalam posisi tegak akan dapat mengurangi gelembung tersebut. Gelembung yang ada sebenarnya tidaklah terlalu membahayakan, namun dapat mengurangi dosis insulin.
7. Penyuntikan dilakukan pada jaringan bawah kulit (subkutan). Pada umumnya suntikan dengan sudut 90 derajad. Pada pasien kurus dan anak-anak, kulit dijepit dan insulin disuntikkan dengan sudut 45 derajat agar tidak terjadi penyuntikkan otot (intra muskular).


Perlu diperhatikan daerah mana saja yang dapat dijadikan tempat menyuntikkan insulin. Bila kadar glukosa darah tinggi, sebaiknya disuntikkan di daerah perut dimana penyerapan akan lebih cepat. Namun bila kondisi kadar glukosa pada darah rendah, hindarilah penyuntikkan pada daerah perut.
Secara urutan, area proses penyerapan paling cepat adalah dari perut, lengan atas dan paha. Insulin akan lebih cepat diserap apabila daerah suntikkan digerak-gerakkan. Penyuntikkan insulin pada satu daerah yang sama dapat mengurangi variasi penyerapan.
Penyuntikkan insulin selalu di daerah yang sama dapat merangsang terjadinya perlemakan dan menyebabkan gangguan penyerapan insulin. Daerah suntikkan sebaiknya berjarak 1inchi (+ 2,5cm) dari daerah sebelumnya.
Lakukanlah rotasi di dalam satu daerah selama satu minggu, lalu baru pindah ke daerah yang lain.


Bila proses penyuntikkan terasa sakit atau mengalami perdarahan setelah proses penyuntikkan, maka daerah tersebut sebaiknya ditekan selama 5-8 detik. Untuk mengurangi rasa sakit pada waktu penyuntikkan dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut:
1. Menyuntik dengan suhu kamar
2. Pastikan bahwa dalam alat suntik tidak terdapat gelembung udara
3. Tunggulah sampai alkohol kering sebelum menyuntik
4. Usahakanlah agar otot daerah yang akan disuntik tidak tegang
5. Tusuklah kulit dengan cepat
6. Jangan merubah arah suntikkan selama penyuntikkan atau mencabut suntikan
7. Jangan menggunakan jarum yang sudah tampak tumpul
Jenis alat suntik (syringe) insulin
1) Siring (syringe) dan jarumSiring dari bahan kaca sulit dibersihkan, mudah pecah dan sering menjadi kurang akurat.Siring yang terbaik adalah siring yang terbuat dari plastik sekali pakai. Walaupun banyak pasien diabetes yang menggunakan lebih dari sekali pakai, sangat disarankan hanya dipakai sekali saja setelah itu dibuang
2) Pena insulin (Insulin Pen)Siring biasanya tertalu merepotkan dan kebanyakan pasien diabetes lebih suka menggunakan pena insulin. Alat ini praktis, mudah dan menyenangkan karena nyaris tidak menimbulkan nyeri. Alat ini menggabungkan semua fungsi didalam satu alat tunggal.
3) Pompa insulin (Insulin Pump)Pompa insulin (insulin pump) diciptakan untuk mneyediakan insulin secara berkesinambungan. Pompa harus disambungkan kepada pasien diabetes (melalui suatu tabung dan jarum). Gula (Glucose) darah terkontrol dengan sangat baik dan sesuai dengan kebutuhan.
Penyimpanan Insulin Eksogen
a. Bila belum dipakai :
Sebaiknya disimpan 2-8 derajat celcius (jangan sampai beku), di dalam gelap (seperti di lemari pendingin, namun hindari freezer.
b. Bila sedang dipakai :
- Suhu ruang 25-30 derajat celcius cukup untuk menyimpan selama beberapa minggu, tetapi janganlah terkena sinar matahari.
- Sinar matahari secara langsung dapat mempengaruhi percepatan kehilangan aktifitas biologik sampai 100 kai dari biasanya.
- Suntikkan dalam bentuk pena dan insulin dalam suntikkan tidak perlu disimpan di lemari pendingin diantara 2 waktu pemberian suntikkan.
- Bila tidak tersedia lemari pendingin, simpanlah insulin eksogen di tempat yang teduh dan gelap.


Efek samping penggunaan insulin
• Hipoglikemia
• Lipoatrofi
• Lipohipertrofi
• Alergi sistemik atau lokal
• Resistensi insulin
• Edema insulin
• Sepsis
Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila terdapat ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75% pasien yang diberikan insulin konvensional dapat terjadi Lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di bawah kulit tempat suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi imun dan lebih sering terjadi pada wanita muda terutama terjadi di negara yang memakai insulin tidak begitu murni. Lipohipertrofi yaitu pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan akibat lipogenik insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang memakai insulin murni. Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut.
Reaksi alergi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sistemik terutama pada penggunaan sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritem dan indurasi di tempat suntikan yang terjadi dalam beberpa menit atau jam dan berlagsung.
Selama beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah pengobatan insulin dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang baik, penggunaan antiseptiK yang menimbulkan sensitisasi atau terjadinya suntikan intrakutan, reaksi ini akan hilang secara spontan. Reaksi umum dapat berupa urtikaria, erupsi kulit, angioudem, gangguan gastrointestinal, gangguan pernapasan dan yang sangat jarang ialah hipotensi dan shock yang diakhiri kematian.


Interaksi
Beberapa hormon melawan efek hipoglikemia insulin misalnya hormon pertumbuhan, kortikosteroid, glukokortikoid, tiroid, estrogen, progestin, dan glukagon. Adrenalin menghambat sekresi insulin dan merangsang glikogenolisis. Peningkatan hormon-hormon ini perlu diperhitungkan dalam pengobatan insulin.
Guanetidin menurunkan gula darah dan dosis insulin perlu disesuaikan bila obat ini ditambahkan / dihilangkan dalam pengobatan. Beberapa antibiotik (misalnya kloramfenikol, tetrasiklin), salisilat dan fenilbutason meningkatkan kadar insulin dalam plasma dan mungkin memperlihatkan efek hipoglikemik.
Hipoglikemia cenderung terjadi pada penderita yang mendapat penghambat adrenoseptor ß, obat ini juga mengaburkan takikardi akibat hipoglikemia. Potensiasi efek hipoglikemik insulin terjadi dengan penghambat MAO, steroid anabolik dan fenfluramin.

Rabu, 08 Juni 2011

penyakit pada pankreas

nama : Ushi Apriani Zakiah
nim : 05200ID09117
kelas : 2c


I.        Konsep medis
A.     PANKREATITIS AKUT
1.      Pengertian
Pankreatitis akut merupakan keadaan inflamasi pankreas yang bersifat reversibel.
2.      Etiologi
Faktor-faktor etiologik pada pankreatitis akut yaitu:
a.       Metabolik
1)      Alkoholisme
2)      Hiperlipoproteinemia
3)      Hiperkalsemia
4)      Obat-obatan (misalnya, diuretik tiazid)
5)      Genetik
b.      Mekanis
1)      Trauma
2)      Batu empedu
3)      Jejas iatrogenic
a)      Jejas perioperatif
b)      Prosedur endoskopik dengan penyuntikan zat warna
c.       Vaskuler
1)      Syok
2)      Atheroembolisme
3)      Poliarteritis nodosa
d.      Infeksi
1)      Parotitis (mumps)
2)      Coxsackievirus
3)      Mycoplsma pneumoniae

3.      Manifestasi Klinik
Nyeri abdomen yang hebat merupakan gejala utama pankreatitis. Rasa sakit dan nyeri tekan pada abdomen yang disertai nyeri pada punggung, terjadi akibat iritasi dan edema pada pankreas yang mengalami inflamasi tersebut sehingga timbul rangsangan pada ujung-ujung saraf. Peningkatan tegangan pada kapsul pankreas dan obstruksi duktus pankreatikus juga turut manimbulkan rasa sakit. Secara khas rasa sakit terjadi pada bagian tengah ulu hati (midepigastrium). Awitannya sering bersifat akut dan terjadi 24 hingga 48 jam setelah makan atau setelah mengkonsumsi minuman keras; rasa sakit ini dapat bersifat menyebar dan sulit ditentukan lokasinya. Umumnya rasa sakit semakin parah setelah makan dan tidak dapat diredakan dengan pemberian antasid. Rasa sakit dapat disertai dengan distensi abdomen, adanya massa abdominal yang dapat diraba tetapi batasnya tidak jelas, dan dengan penurunan peristaltis.
Perut yang kaku atau mirip papan dapat terjadi dan merupakan tanda yang fatal. Namun demikian, abdomen dapat tetap lunak jika tidak terjadi peritonitis. Ekimosis (memar) di daerah pinggang dan di sekitar umbilikus merupakan tanda yang menunjukkan adanya pankreatitis hemoragik yang berat.
Mual dan muntah umumnya dijumpai pada pankreatitis akut. Muntahan biasanya berasal dari isi lambung tetapi juga dapat mengandung getah empedu. Gejala panas, ikterus, konfusi dan agitasi dapat terjadi.
Hipotensi yang terjadi bersifat khas dan mencerminkan keadaan hipovolemia serta syok yang disebabkan oleh kehilangan sejumlah besar cairan yang kaya protein karna cairan ini mengalir ke dalam jaringan dan rongga peritoneum. Pasien dapat mengalami takikardi, sianosis dan kulit yang dingin serta basah disamping gejala hipotensi.
Gangguan pernapsan serta hipoksia lazim terjadi, dan pasien dapat memperlihatkan gejala infiltrasi paru yang difus, dispnu, takipnu dan hasil pemeriksaan gas darah abnormal.

4.      Patofisiologi
Pankreas menyekresikan sejumlah enzim; amilase dan lipase disekresikan dalam bentuk aktif sementara protease, elastase dan fosfolipase disekresikan sebagai proenzim yang dalam keadaan normal harus diaktifkan oleh tripsin di dalam duodenum. Tripsin sendiri normalnya diaktifkan oleh enteropeptidase duodenal. Patogenesis pankreatitis akut berpusat pada aktivitas tripsin yang tidak tepat di dalam pankreas; tripsin yang sudah diaktifkan tersebut akan mengubah (i) berbagai proenzim menjadi aktif (ii) prekalikrein menjadi kalikrein yang akan mengaktifkan sistem kinin serta pembekuan. Hasil nettonya berupa inflamasi pankreas dan trombosis. Ciri-ciri pankreatitis meliputi proteolisis jaringan, lipolisis dan perdarahan, terjadi karna efek destruktif enzim-enzim pankreas yang dilepas dari sel-sel asiner.
Mekanisme yang dikemukakan untuk aktivitas enzim pankreas meliputi hal-hal berikut ini:
  1. Obstruksi duktus penkreatikus. Batu empedu dapat terjepit di dalam ampula Vateri; di sebelah proksimal obstruksi, cairan kaya enzim menumpuk dan menimbulkan jejas parenkim pankreas. Leukosit dalam jaringan parenkim akan melepaskan sitokin proinflamatorik yang menggalakkan inflamasi local dan edema.
  2. Jejas primer sel asiner. Keadaan ini dapat disebabkan oleh kerusakan karna virus (parotitis), obat-obatan, trauma atau iskemia.
  3. Defek transportasi-intraseluler proenzim. Enzim-enzim eksokrin pankreas mengalami kesalahan arah dalam perjalanannya, yaitu menuju lisosom dan bukan menuju sekresi; hidrolisis proenzim di dalam lisosom akan menyebabkan aktivitas dan pelepasan enzim.
  4. Alkohol dapat meningkatkan jejas sel asiner lewat perjalanan proenzim intraseluler yang salah arah dan pengendapan sumbatan protein yang mengental serta bertambah banyak di dalam duktud pankreatikus sehingga terjadi inflamasi dan obstruksi lokal.
  5. Pankreatitis herediter ditandai oleh serangan rekuren pankreatitis yang hebat dan sudah di mulai sejak usia kanak-kanak. Kelainan ini disebabkan oleh mutasi germ line (garis-turunan sel tunas) pada:
1)      Gen tripsinogen kationik (PRSS1), menimbulkan kehilangan suatu tempat pada tripsin yang esensial untuk inaktivasi enzim itu sendiri (mekanisme pengaman yang penting untuk mengatur aktivitas enzim tripsin).
2)      Gen inhibitor protease serin, Kazal tipe I (SPINK1), yang menimbulkan protein yang cacat sehingga tidak lagi mampu memperlihatkan aktivitas tripsin.

5.      Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien pankreatitis akut bersifat asimtomatik dan ditujukan untuk mencegah atau mengatasi komplikasi. Semua asupan peroral harus dihentikan untuk menghambat stimulasi dan sekresi pankreas. Pelaksanaan TPN (total parenteral nutrition) pada pankreatitis akut biasanya menjadi bagian terapi yang penting. Pemasangan NGT dengan pengisapan (suction) isi lambung dapat dilakukan untuk meredakan gejala mual dan muntah, mengurangi distensi abdomen yang nyeri dan ileus paralitik, serta untuk mengeluarkan asam hidroklorida agar asam ini tidak kembali mengalir kedalam duodenum serta menstimulasi pankreas. Preparat simetidin (Tagamet) juga digunakan untuk menurunkan sekresi asam hidroklorida.
Penanganan Nyeri. Pemberian obat pereda nyeri yang adekuat merupakan tindakan yang esensial dalam perjalanan penyakit pankreatitis akut karna akan mengurangi rasa nyeri dan kegelisahan yang dapat menstimulasi sekresi pankreas. Penggunaan morfin dan turunannya harus dihindari karna preparat ini dapat menyebabkan spasme sfingter Oddi. Antiemetik dapat diberikan untuk mencegah muntah.
Perawatan Intensif. Koreksi terhadap kehilangan cairan serta darah dan kadar albumin yang rendah diperlukan untuk mempertahankan volume cairan dan mencegah gagal ginjal akut.
Perawatan Respiratorius. Perawatan respiratorius yang agresif diperlukan karna resiko untuk terjadinya elevasi diafragma, infiltrasi serta efusi dalam paru, dan atelektasis cenderung tinggi. Hipoksemia terjadi dengan frekuensi yang bermakna pada penderita pankreatitis akut sekalipun pada pemeriksaan sinar-X tidak tampak adanya kelainan. Perawatan respiratorius dapat berkisar dari pemantauan gas darah arteri yang ketat, pemberian oksigen hingga intubasi dan ventilasi mekanis.
Drainase Bilier. Pemasangan drain bilier (untuk drainase eksternal) danstent (selang indwelling) dalam duktus pankreatikus melalui endoskoppi telah dilakukan dengan keberhasilan yang terbatas. Terapi ini akan membentuk kembali aliran pankreas dan akibatnya, akan mengurangi rasa sakit serta menaikkan berat badan.
Intervensi Bedah. Meskipun pasien yang berada dalam keadaan sakit berat mempunyai resiko bedah yang buruk, namun pembedahan dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa pankreatitis (laparatomi diagnostik), untuk membentuk kembali drainase pankreas atau untuk melakukan reseksi atau pengangkatan jaringan pankreas yang nekrotik. Pasien yang menjalani operasi pankreas dapat memiliki lebih dari satu drain yang terpasang pada tempat pascaoperatif dan luka insisi terbuka, yang dirigasi dan diganti balutannya setiap 2 sampai 3 hari sekali untuk menghilangkan debris nekrotik.
Penatalaksanaan Pasca-akut. Antasid dapat diberikan ketika gejala akut pankreatitis mulai menghilang. Pemberian makanan yang rendah lemak dan protein dimulai secara bertahap.
  
B.     PANKREATITIS KRONIK
1.      Pengertian
Pankreatitis kronik diartikan sebagai destruksi parenkim eksokrin pankreas yang ireversibel.
2.      Etiologi
Keadaan yang paling sering menyebabkan pankreatitis kronik adalah alkoholisme. Penyebab lain adalah hiperkalsemia, hiperlipidemia, pankreas divisum, pankreatitis herediter dan malnutrisidefisiensi-protein.

3.      Manifestasi Klinik
Pankreatitis kronik ditandai oleh serangan nyeri yang hebat di daerah abdomen dan punggung, disertai muntah. Dengan semakin berlanjutnya penyakit, serangan nyeri yang berulang-ulang tersebut terasa semakin hebat, semakin sering dan lama. Sebagian pasien mengeluhkan nyeri hebat; yang lain merasakan nyeri tumpul, konstan dan membandel.
Penurunan berat badan merupakan masalah utama pada pankreatitis kronik. Hal ini disebabkan oleh penurunan asupan makanan akibat anoreksia atau perasaan takut bahwa makan akan memicu serangan berikutnya. Malabsorpsi terjadi kemudian pada penyakit tersebut ketika fungsi pankreas mash tersisa 10%. Akibatnya, proses pencernaan bahan makanan, khususnya protein dan lemak akan terganggu. Defekasi akan terjadi lebih sering dan feses menjadi berbuih serta berbau busuk akibat gangguan pencernaan lemak yang menyebabkan feses tersebut banyak mengandung lemak. Keadaan ini disebut steatore. Dengan semakin berlanjutnya proses penyakit, kalsifikasi pada kelenjar pankreas dan terbentuknya batu kalsium di dalam saluran kelenjar dapat terjadi.   

4.      Patofisiologi
Pankreas mengalami kehancuran anatomis dan fungsional yang progresif. Dengan digantikannya sel-sel pankreas (sel-sel asiner pankreas) yang normal oleh jaringan ikat akibat serangan pankreatitis berulang-ulang dan efek toksik dari alkohol dan metabolitnya, maka tekanan dalam pankreas akan meningkat. Hasil akhirnya adalah obstruksi mekanis duktus pankreatikus, koledokus dan duodenum. Di samping itu akan terjadi pula atrofi epitel duktus tersebut, inflamasi dan destruksi sel-sel pankreas yang melaksanakan fungsi sekresi (destruksi parenkim endokrin pankreas). 

5.      Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pankreatitis kronik bergantung pada kelainan yang mungkin menjadi penyebab pada setiap pasien. Terapi ditujukan untuk mencegah serta menangani serangan akut, mengurangi rasa nyeri sera gangguan rasa nyaman, dan menangani insufisiensi eksokrin serta endokrin yang terdapat pada pankreatitis.
Nyeri dan gangguan rasa nyaman pada badomen diatasi dan dicegah dengan penggunaan metode nonopioid untuk mengatasi nyeri. Selaian itu, pasien dan keluarganya juga ditekankan tentang pentingnya menghindari alkohol serta makanan lain yang oleh pasien sendiri dirasakan cenderung menimbulkan nyeri dan gangguan rasa nyaman pada abdomen. Kenyataannya, tidak ada bentuk terapi lain yang dapat meredakan rasa nyeri tersebut jika pasien sendiri terus menerus mengkonsumsi alkohol dan hal ini harus ditegaskan pada pasien.
Diabetes melitus yang terjadi akibat disfungsi sel-sel pulau Langerhans pankreas dapat diatasi dengan diet, pemberian insulin atau obat-obatan hipoglikemia oral. Bahaya hipoglikemia yang berat akibat penggunaan alkohol harus ditekankan pada pasien dan anggota keluarganya. Terapi pengganti enzim pankreas diperlukan bagi pasien yang menderita malabsorpsi dan steatore.
Pembedahan umumnya dilakukan untuk mengurangi nyeri abdomen serta gangguan rasa nyaman, memulihkan drainase sekresi pankreas dan mengurangi frekuensi serangan pankreatitis akut. Tindakan bedah yang akan dilakukan tergantung pada kelainan anatomis dan fungsional pankreas yang mencakup lokasi penyakit di dalam pankreas, keberadaan penyakit diabetes, insufisiensi eksokrin, stenosis bilier dan pseudokista pankreas.
Pankreatikojejunostomi dengan anastomosis side-to-side atau penyambungan duktus pankreatikus dengan jejunum memungkinkan drainase sekresi pankreas kedalam jejunum.

II.     Konsep Keperawatan
A.     Pengkajian
Riwayat kesehatan difokuskan pada karakteristik nyeri abdomen serta adanya gangguan rasa nyaman yang dialami pasien. Munculnya rasa nyeri, lokasi dan hubungannya dengan makan dan konsumsi alkohol serta hasl berbagai upaya yang dilakukan pasien untuk mengurangi rasa nyeri perlu dicatat. Status cairan serta nutrisi pasien dan riwayat serangan batu empedu serta konsumsi alkohol harus dikaji. Riwayat masalah gastrointestinal, yang mencakup mual, muntah, diare dan pengeluaran feses yang berlemak harus ditanyakan. Pemeriksaan abdomen harus dilakukan untuk mengkaji rasa sakit, nyeri tekan, ketegangan muskuler dan bising usus. Adanya abdomen yang kaku seperti papan atau yang lunak harus dicatat. Status pernapasan, frekuensi dan corak pernapasan serta suara pernapasan harus dikaji. Suara napas yang normal, suara tambahan, dan hasil-hasil perkusi dada yang abnormal, termasuk suara pekak pada basis paru dan taktil fremitus yang abnormal juga harus didokumentasikan.
Status emosional serta psikologis pasien dan anggota keluarganya serta upaya mereka untuk mengatasinya harus dikaji karna mereka sering merasa takut dan cemas mengingat beratnya gejala pasien serta sakit yang dideritanya.

B.     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada klien dengan Pankreatitis adalah:
1.      Nyeri berhubungan dengan obstruksi pankreas, duktus bilier, kontaminasi kimia pada permukaan peritoneal oleh eksudat pankreas/autodigestif oleh pankreas. Ditandai dengan: keluhan nyeri, focus pada diri sendiri, wajah meringis, perilaku distraksi/tegang.
2.      Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kebilangan berlebihan, peningkatan ukuran dasar vaskuler, gangguan proses pembekuan, perdarahan.Ditandai dengan: tidak dapat diterapkan adanya tanda dan gejala.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah, penurunan pemasukan oral, pembatasan diet, kehilangan enzim pencernaan dan insulin.Ditandai dengan: keluhan pemasukan makanan tidak adekuat, enggan makan, keluhan gangguan sensasi pengecap, penurunan berat badan.
4.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama: statis cairan tubuh, gangguan peristaltik, perubahan pH pada sekresi. Defisiensi nutrisi. Ditandai dengan: tidak dapat diterapkan adanya tanda dan gejala.

C.     Rencana Keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan obstruksi pankreas, duktus bilier, kontaminasi kimia pada permukaan peritoneal oleh eksudat pankreas/autodigestif oleh pankreas.
Tujuan:
a.       Mengatakan nyeri hilang/terkontrol.
b.      Mengikuti program terapeutik.
c.       Menunjukkan penggunaan metode yang menghilangkan nyeri
Intervensi
a.       Selidiki keluhan verbal nyeri, lihat lokasi dan intensitas khusus (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang meningkatkan dan menghilangkan nyeri.
R/ nyeri sering menyebar, berat dan tidak berhubungan pada pankreatitis akut atau perdarahan. Nyeri berat sering merupakan gejala utama pada pasien pankreatitis kronik. Nyeri tersembunyi pada kuadran kanan atas menunjukkan keterlibatan kepala pankreas. Nyeri pada kuadran kiri atas diduga keterlibatan ekor pankreas. Nyeri terlokalisir menunjukkan terjadinya pseudokista atau abses.
b.      Pertahankan tirah baring selama serangan akut. Berikan lingkungan tenang.
R/ menurunkan laju metabolik dan rangsangan/sekresi GI, sehingga menurunkan aktivitas pankreas.
c.       Ajarkan teknik relaksasi.
R/ meningkatkan relaksasi dan memampukan pasien untuk memfokuskan perhatian; dapat meningkatkan koping.
d.      Pertahankan lingkungan bebas makanan berbau.
R/ rangsangan sensoridapat mengaktifkan enzim pankreas, meningkatkan nyeri.
e.       Berikan analgesik pada waktu yang tepat (lebih kecil, dosis lebih sering).
R/ nyeri berat/lama dapat meningkatkan syok dan lebih sulit hilang, memerlukan dosis obat lebih besar, yang dapat mendasari masalah/komplikasi dan dapat memperberat depresi pernapasan.
f.        Pertahankan perawatan kulit, khususnya pada adanya aliran cairan dari fistula dinding abdomen.
R/ enzimpankreas dapat mencerna kulit dan jaringan dinding abdomen, menimbulkan luka bakar kimiawi. 
2.      Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kebilangan berlebihan, peningkatan ukuran dasar vaskuler, gangguan proses pembekuan, perdarahan.
Tujuan: mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, nadi perifer kuat, dan secara individu mengeluarkan jumlah urin adekuat.
Intervensi
a.       Awasi TD.
R/ perpindahan cairan, perdarahan, dan menghilangkan vasodilator (kinin) dan factor depresan jantung yang dipicu oleh iskemia pankreas dapat menyebabkan hipertensi berat. Penurunan curah jantung/perfusi organ buruk sekunder terhadap episode hipotensi dapat mencetuskan luasnya komplikasi sistemik.
b.      Ukur masukan dan haluaran termasuk muntah/aspirasi gaster,diare. Hitung keseimbangan cairan 24 jam.
R/ indikator kebutuhan penggantian/keefektifan terapi.
c.       Catat warna dan karakter drainase gaster juga pH dan adanya darah.
R/ resiko perdarahan gaster tinggi.
d.      Timbang berat badan sesuai indikasi.
R/ penurunan berat badan menunjukkan hipovolemia; namun edema, retensi cairan dan asites mungkin ditunjukkan oleh peningkatan atau berat badan stabil.
e.       Catat turgor kulit, kulit/membrane mukosa kering, keluhan haus.
R/ indikator fisiologis lanjut dari dehidrasi.
f.        Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi dan irama. Awasi/catat perubahan irama.
R/ perubahan jantung/distritmia dapat menunjukkan hipovolemia dan/atau ketidakseimbangan elektrolit, umumnya hipokalemia/hipokalsemia.
Kolaborasi
g.       Berikan penggantian cairan sesuai indikasi.
R/ pilihan cairan pengganti kurang penting pada kecepatan dan keadekuatan perbaikan volume. 
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah, penurunan pemasukan oral, pembatasan diet, kehilangan enzim pencernaan dan insulin.
Tujuan:
a.       Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan bilai laboratorium normal.
b.      Tidak mengalami malnutrisi.
c.       Menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan da/atau mempertahankan beratbdan normal.
Intervensi
a.       Kaji abdomen, catat adanya/karakter bising usus, distensi abdomen, dan keluhan mual.
R/ disetensi abdomen dan atoni usus sering terjadi, mengakibatkan penurunan/tidak adanya bising usus.
b.      Berikan perawatan oral.
R/ menurunkan rangsangan muntah dan inflamasi/iritasi membran mukosa kering sehubungan dengan dehidrasi dan bernapas dengan mulut bila NG dipasang. 
c.       Observasi warna/konsistensi/jumlah feses dan bau.
R/ steatore terjadi karna pencernaan lemak tidak sempurna.
d.      Catat tanda peningkatan haus dan berkemih atau perubahan mental dan ketajaman visual.
R/ mewaspadakan terjadinya hiperglikemia karna peningkatan pengeluaran glukagon (kerusakan sel alfa) atau penurunan pengeluaran insulin (kerusakan sel beta).
Kolaborasi
e.       Pertahankan status puasa dan penghisapan gaster pada fase akut.
R/ mencegah ransangan dan pengeluaran enzim pankreas bila kimus dan asam HCL masuk ke duodenum.
4.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama: statis cairan tubuh, gangguan peristaltik, perubahan pH pada sekresi. Defisiensi nutrisi.
Tujuan:
a.       Meningkatkan waktu penyembuhan, bebas tanda infeksi.
b.      Tidak demam.
c.       Berpartisipasi pada aktivitas untuk menurunkan resiko infeksi.
Intervensi
a.       Gunakan tehnik aseptik ketat bila mengganti balutan bedah atau bekerja dengan infus kateter/selang. Ganti balutan dengan cepat.
R/ membatasi sumber infeksi, dimana dapat menimbulkan sepsis pada pasien.
b.      Tekankan pentingnya mencuci tangan dengan baik.
R/ menurunkan resiko kontaminasi silang.
c.       Observasi frekuensi dan karakteristik pernapasan, bunyi napas. Catat adanya batuk dan produksi sputum.
R/ akumulasi cairan dan keterbatasan mobilitas mencetuskan infeksi pernapasan dan atelektasis. Akumulasi cairan asites dapat menyebabkan peningkatan diafragma dan pernapasan abdomen dangkal.
d.      Dorong posisi sering, napas dalam dan batuk
.R/ meningkatkan ventilasi segmen paru dan meningkatkan mobilitas sekresi.
e.       Observasi adanya demam dan distress pernapasan berhubungan dengan ikterik.
R/ ikterik kolestatik dan penurunan fungsi paru mungkin tanda pertama sepsis dari organisme gram negatif. 
f.        Kaji adanya peningkatan nyeri abdomen, kekakuan nyeri tekan, penurunan/tidak adanya bising usus.
R/ diduga peritonitis.

D.    Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.
E.     Evaluasi
1.      Nyeri dapat teratasi dengan kriteria klien mengatakan nyeri hilang/terkontrol dan mengikuti program terapeutik.
2.      Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan tidak terjadi dengan kriteria klien mampu mempertahankan hidrasi adekuat dengan tanda vital dalam batas normal, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, nadi perifer kuat, dan secara individu mengeluarkan jumlah urin adekuat.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan kriteria klien mampu menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan bilai laboratorium normal dan tidak mengalami malnutrisi.
4.      Resiko tinggi terhadap infeksi tidak terjadi dengan kriteria klien bebas tanda infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3),Jakarta, EGC.

Mitchell, Richard N., 2008, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Jakarta , EGC.

Smeltzer, Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, (Edisi 8), Jakarta, EGC.



C.  Kanker Pankreas (Ca Pankreas)
1.      Pengertian
          Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama: menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari). (Sylvia, 2006). Kanker berawal dari kerusakan materi genetika atau DNA (Deoxyribo Nuclead Acid) sel. Satu sel saja yang mengalami kerusakan genetika sudah cukup untuk menghasilkan suatu jaringan baru, sehingga kanker disebut juga penyakit seluler (Tjokronegoro, 2001). Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok penyakit dan bukan hanya penyakit tunggal. (Doegoes, 2000). 
            Kanker Pankreas merupakan tumor ganas yang berasal dari sel-sel Yang melapisi saluran pankreas. Sekitar 95% tumor ganas pankreas merupakan adenokarsinoma. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada laki-laki dan agak lebih sering menyerang orang kulit hitam. Tumor ini jarang terjadi sebelum usia 50 tahun dan rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada penderita yang berumur 55 tahun. (Brunner & Suddarth, 2001).

2.      Etiologi
            Adapun etiologi dari Kanker Pankreas yaitu :
a.       Faktor Resiko Eksogen.
Merupakan adenoma yang jinak dan adenokarsinoma yang ganas yang berasal dari sel parenkim (asiner atau sel duktal) dan tumor kistik. Yang termasuk factor resiko eksogen adalah makanan tinggi lemak dan kolesterol, pecandu alkohol, perokok, orang yang suka mengkonsumsi kopi, dan beberapa zat karsinogen.
b.      Faktor Resiko Endogen
Contohnya : Penyakit DM, pankreatitis kronik, kalsifikasi pankreas (masih belum jelas, Setyono, 2001)
            Penyebaran kanker/tumor dapat langsung ke organ di sekitarnya atau melalui pembuluh darah kelenjar getah bening. Lebih sering ke hati, peritoneum, dan paru. Tapi agak jarang pada adrenal, Lambung, duodenum, limpa. Kolestasis Ekstrahepatal. Kanker di kaput pankreas lebih banyak menimbulkan sumbatan pada saluran empedu disebut Tumor akan masuk dan menginfiltrasi duodenum sehingga terjadi perdarahan di duodenum. Kanker yang letaknya di korpus dan kauda akan lebih sering mengalami metastasis ke hati, bisa juga ke limpa. (Setyono, 2001)

3.    Gejala Klinis
            Penyakit kanker pankreas dapat tumbuh pada setiap bagian pankreas, adalah pada bagian kaput, korpus atau kauda dengan menimbulkan gejala klinis yang bervariasi menurut lokasi lesinya dan bagaiman pulau langerhans yang mensekresikan insulin. Tumor yang berasal dari kaput pankreas (yang merupakan lokasi paling sering) akan memberikan gambaran klinik tersendiri. Dalam kenyataannya, karsinoma pankreas memiliki angka keberhasilan hidup 5 tahunan, paling rendah bila dibandingkan dengan karsinoma lainnya. (Tjokronegoro, 2001)
            Gejala khas yaitu :Nyeri pada abdomen yag hebat khususnya pada epigastrium. Rasa sakit dan nyeri tekan pada abdomen yang juga disertai nyeri pada punggung, terjadi akibat iritasi dan edema pada pankreas sehingga timbul rangsangan pada ujung-ujung saraf. Karena sumbatan pada duktus koledikus Ikterus .
            Kadang-kadang timbul perdarahan gastrointestinal yang terjadi akibat erosi pada duodenum yang disebabkan oleh tumor pankreas.Gangguan rasa nyaman menyebar sebagai rasa nyeri yang menjengkelkan ke bagian tengah punggung dan tidak berhubungan dengan postur tubuh maupun aktivitassinoma pankreas. Serangan nyeri dapat dikurangi dengan duduk membungkuk.
            Dimana sel-sel ganas dari kanker pancreas. Umumnya terjadi ansietas sering terlepas dan masuk ke dalam rongga peritoneum sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya metastasis. Timbulnya gejala defisiensi insulin yang terdiri atas glukosuria, Diabetes dapat hiperglikemia dan toleransi glukosa yang abnormal menjadi tanda dini kanker pankreas.

4.   Pemeriksaan Diagnostik
1)      Laboratorium
Anemia karena terjadi defisiensi zat besi, nutrisi, perdarahan per anal. 
·         Amylase serum meningkat.
·         TES faal hati bilirubin, serum, SGT, SGOT
·         Kadar glukosa darah > 20 %.
2)      Pemeriksaan Abdomen
Pada pemeriksaan abdomen akan terasa suatu massa epigastrium. Letak tumor pada peritoneal. Pada beberapa pasien dapat di raba adanya pembesaran kandung empedu, hepatomegali (akibat bermetastasis). Bila ditemukan asites maka akan terjadi invasi ke peritoneum.
3)      Pemeriksaan Radiologi
Yang paling baik adalah dengan menggunakan ERCP (Endoscopic Retrogade Cholangi
Dengan memasukkan media control ke dalam canula melalui papilla vateri  PTCè merupakan tindakan® Duodenoskop Ã¨ke dalam duktus pankreatikus.  lain yang dapat dilakukan®(Percutaneous Transhepatic Cholangiography)  untuk mengenali obstruksi saluran empedu oleh tumor pankreas. Apabila ada tanda kolestasis ekstrahepatik di ujung duktus koledikus yang ®tumpul. Ultrasonografi 
a)      Tanda Primer yaitu pembesaran local pankreas, densitas gema massa yang tampak rendah homogen, pelebaran saluran pankreas pada kaput timbul gejala pelebaran saluran empedu.
b)      Tanda sekunder 
4)      Pemeriksaan Endoskopi
Akan tampak pendesakan antrum lambung ke ventral.
a)      Duodenoskopi
Bila terlihat pembesaran organ di sekitar kurva duodenal yang berbenjol, dengan disertai vaskularisasi.
b)      Laparaskopi 
5)      Pemeriksaan CT
Dapat dilakukan untuk menentukan apakah tumor tersebut masih dapat diangkat melalui pembedahan. Pada pelebaran saluran pankreas sebagai akibat sumbatan di kaput.
6)      Terapi dengan Suportif
Untuk pasien yang sudah memperlihatkan tanda kolestasis ekstrahepatik maka dilakukan dekompresi dengan cara pengisapan cairan empedu.
7)      Prognosis
Pada fase lanjut, prognosis jelek terutama pada pasien yang sama sekali  Bila yang masih dikpresi, hidupnya®tidak mendapatkan terapi apapun. dapat diperpanjang
5.   Penatalaksanaan

            Tindakan bedah yang harus dilakukan biasanya cukup luas jika kita ingin mengangkat tumor terlokalisir yang masih dapat direseksi. Namun demikian, terapi bedah yaitu definitive (eksisi total lesi) . sering tidak mungkin dilakukan karena pertumbuhan yang sudah begitu luas.
            Tindakan bedah tersebut sering terbatas pada tindakan paliatif.
Meskipun tumor pankreas mungkin resisten terhadap terapi radiasi standar, pasien dapat diterapi dengan radioterapi dan kemoterapi (Fluorourasil, 5-FU) . jika pasien menjalani pembedahan, terapi radiasi introperatif (IORT = Intraoperatif Radiation Theraphy) dapat dilakukan untuk memberikan radiasi dosisi tinggi pada jaringan tumor dengan cedera yang minimal pada jaringan lain serta dapat mengurangi nyeri pada terapi radiasi tersebut.
anker Pankreas (Ca pancreas )

6.   Diagnosa Keperawatan
            Adapun diagnosa keperawatan pada pasien kanker pankreas yaitu :
       I.            Nyeri berhubungan dengan obstruksi pankreas.
    II.            Kekurangan volume cairan berhubungan dengan obstruksi saluran cerna.
 III.            Nutrisi, perubahan berhubungan dengan penurunan pemasukan oral.
 IV.            Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah interpretasi penyakit atau ketidaktahuan tentang penyakit tersebut.

7.   Intervensi
       I.            Diagnosa Keperawatan 1
Tujuan : Kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan tidak ada nyeri
Intervensi : 
a)      Tentukan riwayat nyeri, mis: Lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas
b)      Evaluasi terapi tertentu, mis : pembedahan,radiasi, kemoterapi.
c)      Berikan tindakan kenyamanan dasar (mis : reposisi) dan aktivitas hiburan Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan.
d)     Evaluasi penghilang nyeri/control. 
    II.            Diagnosa Keperawatan 2
Tujuan : Kebutuhan jaringan metabolic di tingkatkan begitu juga dengan cairan
Dapat mentriger respons mual/muntah. Mual/muntah psikogenik terjadi sebelum kemoterapi mulai secara umum tidak berespons terhadap obat antiemetic
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan perasaan nyaman dan bertenaga
Intervensi :
a)      Pantau masukan makanan setiap hari, biarkan pasien menyimpan buku harian tentang makanan sesuai indikasi.
b)      Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient, dengan masukan cairan adekuat.
c)      Control faktor lingkungan
d)     Mengidentifiksikan kekuatan/defisiensi nutrisi
e)      Identifikasi pasien yang mengalami mual/muntah yang di antisipasi. 
 III.            Diagnosa Keperawatan 3
Tujuan : Membantu dalam memelihara kebutuhan cairan dan menurunkan resiko efek samping yg membahayakan.
Kriteria Hasil : Menunjukkan keadekuatan volume sirkulasi.
Intervensi : 
a)      Pantau masukan dan haluan dan berat jenis.
b)      Pantau tanda vital.
c)      Dorong peningkatan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi individu. Keseimbangan cairan negative terus-menerus, menurunkan haluan renal.
d)     Observasi terhadap kecenderungan perdarahan.
 IV.            Diagnosa Keperawatan 4
Tujuan : Membantu mengidentifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahan konsepsi, dan kesenjangan
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan rasa keingintahuannya tentang penyakit yang dideritanya dan klien mengerti tentang penyakitnya.
Intervensi :
a)      Tinjau ulang pasien/orang terdekat pemahaman diagnosa.
b)      Tentukan persepsi pasien tentang kanker dan pngobtan kanker.
c)      Berikan pedoman antisipasi pada pasien/orang terdekat mengenai menvalidasi tingkat pemahaman saat ini.
d)     Mengidentifikasi kebutuhan belajar.
e)      Membantu mengidentifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahan konsepsi

D.   Insulinoma
1.      DEFINISI 
      Insulinoma merupakan tumor pankreas yang jarang terjadi, dimana tumor ini menghasilkan insulin, suatu hormon yang berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah. Hanya 10% insulinoma yang bersifat ganas. 
2.      PENYEBAB 
      Penyebabnya tidak diketahui, tetapi resiko terjadinya insulinoma meningkat pada penderita neoplasia endokrin multipel tipe I. 
3.      GEJALA 
      Gejala-gejalanya disebabkan oleh rendahnya kadar gula dalam darah. Gejala ini muncul jika penderita tidak makan selama berjam-jam, dan paling sering timbul di pagi hari setelah puasa semalaman. Gejalanya mirip dengan kelainan psikis dan kelainan saraf, yaitu: 
·         sakit kepala 
·         linglung 
·         gangguan penglihatan 
·         kelemaha otot 
·         goyah 
·         perubahan kepribadian. 
Rendahnya kadar gula darah bisa menyebabkan penurunan kesadaran, kejang dan koma.
Gejala-gejala yang menyerupai kecemasan atau panik adalah: 
·         pingsan 
·         lemah 
·         gemetar 
·         palpitasi (jantung berdebar-debar) 
·         berkeringat 
·         rasa lapar 
·         gugup. 

4.      DIAGNOSA
     Diagnosis insulinoma mungkin agak sulit. Penderita biasanya diminta untuk berpuasa minimal selama 24 jam, kadang sampai 72 jam dan dipantau secara ketat, kalau perlu dirawat di rumah sakit. Setelah berpuasa, biasanya gejala-gejala akan muncul dan dilakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar gula dan kadar insulin. Adanya insulinoma ditunjukkan dengan kadar gula yang sangat rendah dan kadar insulin yang tinggi. Lokasi dari insulinoma ditentukan melalui pemeriksaan CT scan dan USG. 
5.      PENGOBATAN
    Insulinoma diobati melalui pembedahan. 

E.   KETOASIDOSIS METABOLIK
1.      Pengertian Diabetik Ketoasidosis
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini terkadang disebut “akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetesketergantungan insulin.
2.      Etiologi Diabetik Ketoasidosis
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :
·         Infeksi
·         Stress fisik dan emosional
·         respons hormonal terhadap stress mendorong peningkatan proses katabolic
·         Menolak terapi insulin
3.      Diagnosa Keperawatan Diabetik Ketoasidosis
a)      Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual, kacau mental
b)      Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
c)      Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa, penurunan fungsi lekosit, perubahan pada sirkulasi
d)     Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan ketidkseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit
e)      Kelelalahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi : status hipermetabolik/infeksi
f)       Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang, ketergantungan pada orang lain
g)      Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengoobatan berhubungan dengan  kesalahan menginterpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi

4.   Rencana Keperawatan
a)      Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual
            Batasan karakteristik :
·         Peningkatan urin output
·         Kelemahan, rasa haus, penurunan BB secara tiba-tiba
·         Kulit dan membran mukosa kering, turgor kulit jelek
·         Hipotensi, takikardia, penurunan capillary refill
            Kriteria Hasil :
·         TTV dalam batas normal
·         Pulse perifer dapat teraba
·         Turgor kulit dan capillary refill baik
·         Keseimbangan urin output
·         Kadar elektrolit normal
Intervensi :
1)      Kaji riwayat durasi/intensitas mual, muntah dan berkemih berlebihan
            Rasional :
            Membantu memperkirakan pengurangan volume total. Proses infeksi yang menyebabkan   demam dan status hipermetabolik meningkatkan pengeluaran cairan insensibel.
2)      Monitor vital sign dan perubahan tekanan darah orthostatik
            Rasional :
            Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Hipovolemia   berlebihan dapat ditunjukkan dengan penurunan TD lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri.
3)      Monitor perubahan respirasi: kussmaul, bau aceton
            Rasional :
            Pelepasan asam karbonat lewat respirasi menghasilkan alkalosis respiratorik            terkompensasi pada ketoasidosis. Napas bau aceton disebabkan pemecahan asam keton dan akan hilang bila sudah terkoreksi
4)      Observasi kualitas nafas, penggunaan otot asesori dan cyanosis
            Rasional :
            Peningkatan beban nafas menunjukkan ketidakmampuan untuk berkompensasi terhadap    asidosis
5)      Observasi ouput dan kualitas urin.
            Rasional :
            Menggambarkan kemampuan kerja ginjal dan keefektifan terapi
6)      Timbang BB
            Rasional :
            Menunjukkan status cairan dan keadekuatan rehidrasi
7)      Pertahankan cairan 2500 ml/hari jika diindikasikan
            Rasional :
            Mempertahankan hidrasi dan sirkulasi volume
8)      Ciptakan lingkungan yang nyaman, perhatikan perubahan emosional
            Rasional :
            Mengurangi peningkatan suhu yang menyebabkan pengurangan cairan, perubahan emosional menunjukkan penurunan perfusi cerebral dan hipoksia
9)      Catat hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung
            Rasional :
            Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, sering menimbulkan           muntah  dan potensial menimbulkan kekurangan cairan & elektrolit
10)  Obsevasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur dan adanya distensi pada vaskuler
            Rasional :
            Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin sangat berpotensi menimbulkan      beban cairan dan GJK
Kolaborasi:
11)  Pemberian NS dengan atau tanpa dextrosa
            Rasional :
            Pemberian tergantung derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual
12)  Albumin, plasma, dextran
            Rasional :
            Plasma ekspander dibutuhkan saat kondisi mengancam kehidupan atau TD sulit kembali   normal
13)  Pertahankan kateter terpasang
Rasional :Memudahkan pengukuran haluaran urin
14)  Pantau pemeriksaan lab :
·         Hematokrit. Rasional : Mengkaji tingkat hidrasi akibat hemokonsentrasi
·         BUN/Kreatinin, Rasional : Peningkatan nilai mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau awitan kegagalan ginjal
·         Osmolalitas darah, Rasional : Meningkat pada hiperglikemi dan dehidrasi
·         Natrium, Rasional : Menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik), tinggi berarti kehilangan cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam berespons terhadap sekresi aldosteron
·         Kalium, Rasional : Kalium terjadi pada awal asidosis dan selanjutnya hilang melalui urine, kadar absolut dalam tubuh berkurang. Bila insulin diganti dan asidosis teratasi kekurangan kalium terlihat
15)  Berikan Kalium sesuai indikasi
            Rasional :
            Mencegah hipokalemia
16)  Berikan bikarbonat jika pH <7,0
            Rasional :
            Memperbaiki asidosis pada hipotensi atau syok
17)  Pasang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi
            Rasional :
            Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah
b)      Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupaninsulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
            Batasan karakteristik :
·         Klien melaporkan masukan butrisi tidak adekuat, kurang nafsu makan
·         Penurnan berat badan, kelemahan, tonus otot buruk
·         Diare
            Kriteria hasil :
·         Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
·         Menunjukkan tingkat energi biasanya
·         Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai rentang normal
Intervensi :
·         Pantau berat badan setiap hari atau sesuai indikasi
            Rasional :
            Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorpsi dan utilitasnya
·         Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dihabiskan
            Rasional :
            Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapetik
·         Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum dicerna, pertahankan puasa sesuai indikasi
            Rasional :
            Hiperglikemia dan ggn keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan         motilitas/fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik)yang akan mempengaruhi pilihan           intervensi.
·         Berikan makanan yang mengandung nutrien kemudian upayakan pemberian yang lebih padat yang dapat ditoleransi
            Rasional :
            Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal      baik
·         Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi
            Rasional :
            Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien
·         Observasi tanda hipoglikemia
            Rasional :
            Hipoglikemia dapat terjadi karena terjadinya metabolisme karbohidrat yang berkurang       sementara tetap diberikan insulin , hal ini secara potensial dapat mengancam kehidupan       sehingga harus dikenali
Kolaborasi :
·         Pemeriksaan GDA dengan finger stick. Rasional : Memantau gula darah lebih akurat daripada reduksi urine untuk mendeteksi fluktuasi
·         Pantau pemeriksaan aseton, pH dan HCO3. Rasional : Memantau efektifitas kerja insulin agar tetap terkontrol
·         Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi. Rasional : Mempermudah transisi pada metabolisme karbohidrat dan menurunkan insiden hipoglikemia
Berikan larutan dekstrosa dan setengah salin normal. Rasional : Larutan glukosa setelah insulim dan cairan membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl. Dengan mertabolisme karbohidrat mendekati normal perawatan harus diberikan untuk menhindari hipoglikemia